DPD RI Jelmaan Utusan Daerah, Idealnya Menjadi Saluran Capres Putra-Putri Terbaik dari Non-Partai

Politik

BANJARMASIN,Harnasnews.com  – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, setuju dengan adanya wacana amandemen konstitusi ke-5, demi perbaikan dan koreksi atas perjalanan amandemen pertama hingga keempat yang terjadi dari tahun 1999 hingga 2002 lalu.

Dikatakan LaNyalla, sejak amandemen, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diusung oleh partai politik. Sehingga tertutup saluran bagi putra putri terbaik di luar kader partai atau mereka yang tidak bersedia menjadi kader partai.

Mengingat, UUD NRI 1945 telah menyebutkan bahwa setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. “Ini ambiguitas dan paradoksal,” tandas LaNyalla. Demikian dikatakan saat mengisi Focus Group Discussion (FGD) di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Senin (24/5/2021),

Senator asal Jawa Timur ini mengingatkan mengenai Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Pasal itu menyebutkan bahwa warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

LaNyalla juga menyampaikan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa ‘Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum’, dan Pasal 28D ayat (3) yang menyebutkan bahwa ‘Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan’.

“Lalu mengapa untuk menjadi kepala pemerintahan, dalam hal ini untuk menjadi calon presiden, harus anggota atau kader partai politik saja? Itu pun tidak semua partai bisa mengusung kadernya, karena adanya Presidential Threshold. Jadi di sini sebenarnya telah terjadi ambiguitas dan sesuatu yang paradoksal. Apalagi jika kita melihat keberadaan Dewan Perwakilan Daerah,” ungkap LaNyalla.

Ditambahkannya, keberadaan DPD RI menjadi tumpul sehingga merugikan suara stakeholder dan rakyat di daerah yang diwakili oleh para Senator.

“Padahal sebelum Amandemen, DPD RI adalah Utusan Daerah, yang juga anggota MPR RI. Yang terlibat secara aktif di MPR RI untuk mengusulkan dan menentukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Dan saat ini, anggota DPR RI dan DPD RI sama-sama duduk sebagai anggota MPR RI hasil dari Pemilu,” tuturnya.

LaNyalla menjelaskan, anggota DPR RI adalah representasi partai politik. Sedangkan anggota DPD RI adalah representasi daerah dan diakui sebagai Lembaga Politik yang diisi oleh orang-orang yang non-partisan. Karena anggota DPD RI dilarang sebagai pengurus Partai Politik.

Sebagai utusan daerah, DPD idealnya dijadikan sarana bagi putra putri terbaik non partisan yang ingin maju sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden.

“Tetapi, DPD RI sebagai Lembaga Politik tidak dapat menjadi saluran untuk mewadahi amanat konstitusi seperti tertera dalam Pasal 28D Ayat (3), yang menyebutkan ‘Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan’,” sebutnya.

Dikatakan LaNyalla, alasan itu membuat sejumlah pihak, baik dari kalangan akademisi, aktivis dan politisi pernah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Banyak stakeholder yang merasa tertutupnya peluang Calon Presiden dari unsur Non Partai Politik tidak sesuai dengan semangat reformasi.

“Termasuk juga membuat sejumlah pihak, baik dari kalangan akademisi, aktivis dan politisi pernah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait Presidential Threshold partai politik yang merugikan suara rakyat yang disalurkan kepada partai politik yang sedang dan kecil,” jelasnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.